Tugas UTS Etika Administrasi
ANALISIS KEBIJAKAN BUPATI
JEMBER “SATU DESA SATU AMBULANS”
MAKALAH
Disusun guna memenuhi
tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Etika Administrasi
Dosen pengampu
Dr. Selfi Budi Helpiastuti, S.Sos., M.Si.
Drs. Boedijono, M.Si.
Dina Suryawati, S.Sos., M.AP.
Oleh
Putri Mia Kirana
NIM. 170910201044
PROGRAM
STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
kehadirat-Nya telah memberi rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Analisis Kebijakan Bupati
Jember Satu Desa Satu Ambulans”, yang penulis sajikan berdasarkan beberapa sumber.
Semoga makalah ini
dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh Dosen mata kuliah Etika Administrasi, yaitu ibu Dr. Selfi Budi
Helpiastuti, S.Sos., M.Si..
Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang Etika
Administrasi.
Terlepas
dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran
dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki
makalah ini.
Jember, 21 April 2019
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Legitimasi Kekuasaan
2.2 Kewenangan Kepala Daerah/Bupati
2.3 Kebijakan Satu Desa Satu Ambulans
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
40
Ambulans diluncurkan ke sejumlah desa yang ada di Kabupaten Jember. Peluncuran
puluhan ambulans ini merupakan awal realisasi salah satu janji kerja Bupati
Jember dr Faida. Peluncuran ambulans dihadiri Menteri Hukum dan HAM Yasonna
Hamonangan Laoly.
Faida
mengungkapkan, peluncuran 40 ambulans ini merupakan periode pertama dari
rencana 248 ambulans yang akan dibagikan ke tiap desa. Khusus untuk 40 mobil
ambulans yang dibagikan kali ini, ditujukan bagi desa yang medan atau jalannya
mendatar. Pada tahap berikutnya, akan diluncurkan 10 unit ambulans untuk medan
yang berbukit atau naik turun. "Bulan
depan 150 ambulans. Total realisasi tahun 2017 ada 200 ambulans. Sisanya yang
48 akan diserahkan pada semester pertama tahun 2018. Jadi semester pertama
tahun 2018 tuntas satu desa satu ambulans," kata Faida, Sabtu
(11/11/2017).
Dia
berharap ambulans pada setiap desa di Kabupaten Jember dapat mempercepat
pelayanan kepada masyarakat. Khususnya pelayanan kesehatan. "Karena golden
periode (waktu emas) untuk pelayanan emergency tidak bisa ditukar dengan uang
atau pun yang lain. Maka akses ambulans ini gratis untuk seluruh masyarakat
yang membutuhkan," tambahnya.
Sementara
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, mengapresiasi realisasi janji
kerja bupati Faida. Dia menilai, program satu desa satu ambulans merupakan
bagian dari upaya pemkab Jember untuk memenuhi hak-hak mendasar atau hak asasi
warga. "Saya sangat menyambut baik ekses kepada kesehatan, pendidikan. Hak
hidup itu sebagian dari pada HAM," tandasnya. Sebagai sebuah program,
lanjut Yasonna, pengadaan satu ambulans untuk satu desa butuh keberanaian
besar. Dengan jumlah desa di Jember sebanyak 248 desa, maka dibutuhkan 248
ambulans untuk merealisasikannya. Dan itu membutuhkan anggaran yang sangat
besar.
"Saya
juga dengar bupati sedang berjuang keras untuk menurunkan angka kematian ibu
dan bayi. Ambulans ini nantinya ditempatkan di Puskesmas Pembantu, sehingga
kalau ada yang harus segera dirujuk, ada yang mengantar ke rumah sakit dengan
cepat," ujarnya. "Ini
sangat penting buat kita. Saya kira ini menjadi indikator pelaksanaan HAM yang
baik. Makanya saya katakan kepada bupati, saya datang," pungkas Yasonna.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa saja bentuk
legitimasi kekuasaan?
2.
Apa
wewenang yang dimiliki oleh Bupati?
3.
Mengapa
kebijakan Satu Desa Satu Ambulans diterapkan?
1.3 Tujuan
Penulisan
Pemahaman
terhadap kewenangan dan otoritas kepala daerah yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Legitimasi
Kekuasaan
Max Weber
menyatakan pendapatnya bahwa terdapat tiga macam ‘legitimate domination’ yang
menunjukkan dalam kondisi seperti apa sehingga seseorang atau sekelompok orang
mampu mendominasi sejumlah besar orang lainnya. Ketiga macam legitimate
domination tersebut adalah:
a.
Traditional Domination (Dominasi Tradisional)
Dominasi ini mendasarkan pada
tradisi yang ada dan berlaku di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.
Dengan demikian legitimasi yang diperoleh elit tentu saja didasarkan pada
tradisi yang ada dan berlaku. Dalam dominasi tradisional dapat diketemukan
massa dengan kepercayaan yang mapan terhadap kesucian tradisi yang ada.
Sehingga pada gilirannya individu-individu yang terpilih sebagai pemimpin yang
berkuasa bukan dilihat dari kharisma atau kemampuan yang dimilikinya, tetapi
semata-mata atas dasar kesepakatan bersama anggota-anggota masyarakat yang
sudah mentradisi. Dalam dominasi tradisional ini hubungan yang terjadi antara
elit dan massa tidak jarang merupakan sebuah hubungan yang lebih bernuansa personal.
Kesempatan massa untuk direkrut sebagai staf administrasi dilihat berdasarkan
pada pertimbangan loyalitas pribadi bukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Hal ini menunjukkan bahwa massa mempunyai kesetian yang tinggi terhadap
penguasa, dan sebaliknya penguasa juga mempunyai kewajiban untuk memenuhi
segala kebutuhan massa. Akan tetapi walaupun terdapat ikatan yang sangat kuat
antara massa dan elit penguasa, masih saja terdapat keleluasaan bagi penguasa
secara pribadi mempergunakan otoritasnya sesuai dengan kehendaknya.
b.
Charismatic Domination (Dominasi Karismatik)
Merupakan dominasi yang mendasarkan
pada kharisma yang melekat pada diri seseorang. Perihal kharisma, Weber memberi
pengertian sebagai “suatu sifat tertentu dari suatu kepribadian seorang
individu berdasarkan mana orang itu dianggap luar biasa dan diperlakukan
sebagai seseorang yang mempunyai sifat unggul atau paling sedikit dengan
kekuatan-kekuatan yang khas dan luar biasa”. Elit atau penguasa yang
kemunculannya didasarkan pada kharisma yang dimiliki, pada umumnya akan
berupaya menunjukkan bukti tentang keelitannya dengan cara menunjukkan
kemampuannya untuk melakukan hal-hal yang tidak mampu dilakukan oleh orang
awam, pada umumnya merupakan hal-hal yang bersifat ajaib. Semakin mampu seorang
individu menunjukkan bukti-bukti yang hebat dan relatif langka, maka akan
semakin tinggi pula legitimasi yang akan diperolehnya sebagai elit yang
berkuasa.
c.
Legal-Rational Domination
Dominasi ini pada hakekatnya
didasarkan pada kesepakatan anggota masyarakat terhadap seperangkat peraturan
yang diundangkan secara resmi. Individu yang berperan sebagai elit di
masyarakat yang memberlakukan dominasi tipe ini diakui keberadaanya atas
kemampuan yang dimilikinya dan persyaratan menurut peraturan yang berlaku.
Demikian pula dengan seleksi bagi individu-individu yang dapat menduduki posisi
elit ini juga diatur secara tegas oleh peraturan yang secara resmi berlaku.
Persyaratan-persyaratan yang diajukan untuk menduduki posisi tertentu belum
tentu sama dengan posisi lain yang dibutuhkan, karena semakin tinggi posisi
yang dituju, persyaratan yang harus dipenuhi
juga semakin tinggi pula begitu pula dengan kemampuan yang dimiliki juga
harus semakin besar. Sebagai akibat dari kesepakatan-kesepakatan tersebut, maka
individu-individu yang tidak memiliki kemampuan akan sulit untuk dapat
menduduki posisi tertentu sebagai elit. Hanya individu-individu yang mempunyai
kemampuan dan dipandang telah memenuhi persyaratan yang bisa mendapatkan
legitimasi.
2.2 Kewenangan
Kepala Daerah/Bupati
Indonesia merupakan negara demokrasi, negara demokrasi adalah negara yang menganut bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan dengan mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan
oleh pemerintah negara tersebut. Dalam hal ini artinya pemerintahan negara diawali
dengan pemilihan pemerintah yang kandidatnya berasal dari rakyat, kemudian
dipilih langsung oleh rakyat dan diakhiri dengan memerintah untuk kepentingan
rakyat. Tentunya untuk mewujudkan hal ini maka perlu diadakannya sebuah Pemilu
(Pemilihan Umum) bagi negara yang demokratis sebagai bentuk adanya demokrasi di
negara tersebut. Pemilu di Indonesia sudah dilaksanakan berulang kali yang
berupa pemilihan anggota legislatif (pileg), pemilihan kepala daerah (pilkada),
atau pemilihan presiden (pilpres).
Orang-orang yang telah dipilih
langsung oleh rakyat tersebut kemudian mendapat wewenang dalam mengelola
wilayah kekuasaannya. Dan bentuk legitimasi kekuasaan dari hal ini adalah
Legitimasi Legal-Rational. Seperti kepala daerah, setelah seorang kepala daerah
dipercaya mampu dan terpilih menjadi kepala daerah maka dia memiliki wewenang
untuk mengatur, mengembangkan, memperbaiki, dan bahkan menyelesaikan
permasalahan yang ada di daerah yang dia kuasai tersebut. Wewenang yang dia
peroleh bukan asal wewenang saja, akan tetapi wewenang tersebut sudah ada dalam
peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh presiden sebagai kepala
pemerintahan negara. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tetang Pemerintahan
Daerah inilah yang mengatur semua hal terkait pemerintahan daerah. Untuk bagian
tugas, wewenang, kewajiban, dan hak kepala daerah dan wakil kepala daerah
terdapat pada pasal 65-75 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut. Peraturan
tersebut yang kemudian menjadikan kepala daerah itu menjadi pemimpin atas suatu
daerah dengan legitimasi Legal-Rational.
Beberapa wewenang yang dimiliki oleh
kepala daerah yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 antara lain
sebagai berikut:
a)
mengajukan
rancangan Perda;
b)
menetapkan Perda
yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c)
menetapkan
Perkada dan keputusan kepala daerah;
d)
mengambil
tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah
dan/atau masyarakat;
e)
melaksanakan
wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.3 Kebijakan
Satu Desa Satu Ambulans
Salah satu kewenangan dari kepala daerah yang telah
ditetapkan dalam undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah
adalah kepala daerah mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang
sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat. Bupati Jember selaku kepala
daerah memiliki kewenangan untuk mengambil sebuah kebijakan yang digunakana
dalam menangani suatu masalah. Sebagai seseorang yang sebelumnya berprofesi
sebagai dokter, sangat wajar apabila Bupati Jember yang sekarang sangat
memikirkan kesehatan masyarakatnya. Akan tetapi, meskipun kabupaten Jember bisa
dianggap sebagai kabupaten yang lebih maju daripada kabupaten-kabupaten
disekitarnya, tidak menutup kemungkinan besar bahwa sebagian besar masyarakat
di desa yang memiliki sakit parah dan
jauh dari rumah sakit enggan berobat karena jarak serta mahalnya ongkos
yang dibutuhkan untuk berobat. Dari yang diketahui, kendala tersebut mungkin saja
terjadi selama proses pengobatan seseorang dan kemudian hal tersebut berdampak
negatif bagi pasien. Oleh karena itu, usaha yang dilakukan Bupati Jember untuk
mengatasi masalah tersebut adalah membuat kebijakan satu desa satu ambulans.
Dengan adanya kebijakan tersebut, bupati Jember berusaha untuk
mengurangi angka kematian yang disebabkan alasan seperti masyarakat desa
terlambat dirujuk ke rumah sakit dan sebagainya. Bupati Jember sangat
mengharapkan semua masyarakatnya hidup sejahtera dan sehat, oleh karena itu
saat ada warga yang sakit parah langsung bisa dirujuk ke rumah sakit dengan
menggunakan ambulans desa secara gratis dan biasanya hanya perlu membayar
ongkos sopir seikhlasnya saja. Terkait biaya rumah sakitnya sendiri, warga bisa
menggunakan kartu Indonesia sehat yang telah diperoleh dari pemerintah pusat
untuk mengurangi biaya berobat. Oleh karena itu, angka kematian yang terjadi di
Jember dapat berkurang secara langsung. Saat dilihat secara langsung,
pengambilan tindakan tersebut sangat sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh
masyarakat Kabupaten Jember.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat tiga macam legitimasi kekuasaan, yaitu: a) Traditional
Domination/Dominasi Tradisional; b) Charismatic Domination/Dominasi Karismatik;
dan c) Legal-Rational Domination. Dari ketiga legitimasi tersebut, kepala
daerah termasuk dalam kategori legitimasi kekuasaan Legal-Rational. Hal ini
karena kepala daerah yang terpilih melalui pemilihan umum yang diberi
kepercayaan oleh masyarakat setempat dan kemudian disahkan melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Semua tugas, wewenang, hak, kewajiban,
larangan, dan sebagainya terkait pemerintahan daerah telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu
wewenang yang terdapat dalam Undang-Undang tersebut adalah kepala daerah mengambil tindakan tertentu dalam
keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat. Oleh
karena itu, Bupati Jember selaku kepala daerah yang terpilih memberikan
kebijakan berupa satu desa satu ambulans. Hal ini menjadi kebijakan karena
selain menjadi salah satu program yang dijanjikan adalah bertujuan untuk
membantu merujuk masyarakat Jember yang sakit parah atau ibu hamil yang akan
melahirkan ke rumah sakit terdekat terutama warga yang berdomisili di desa dan
tidak mampu membayar ongkos untuk pergi ke rumah sakit. Bupati Jember yang
sebelumnya berprofesi sebagai dokter sangatlah paham bahwa dalam keadaan yang
darurat yang paling dibutuhkan adalah ketepatan waktu, jangan hanya karena keterbatasan
biaya untuk membawa ke rumah sakit seorang nyawa harus hilang. Oleh karena itu
program ini juga termasuk dalam salah satu bentuk pelaksanaan Hak Asasi
Manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono,
Yakub. 2017. Pemkab Jember Luncurkan 40
Ambulans Desa. Jember: detikNews. Diakses pada tanggal 21 April 2019 dari https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-3723160/pemkab-jember-luncurkan-40-ambulans-desa
Rizky, Thita. Legitimasi.
Diakses pada tanggal 21 April 2019 dari https://www.academia.edu/35240012/Legitimasi
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Komentar
Posting Komentar